MOMENTUM KEMERDEKAAN : AYO PERANGI HOAKS JELANG PESTA DEMOKRASI!
Sudah
hampir menginjak 3 tahun mereka berdua belum juga kunjung bertegur sapa. Sebagai
dua orang sahabat yang perhatian terhadap dunia politik, Anto dan Rian (sebut
saja begitu) yang juga adalah tetangga saya, cukup sering terlibat dalam perdebatan
kusir tentang pilihan politik mereka. Awalnya perdebatan mereka hanya sebatas
perdebatan ringan ala warung kopi di atas jam 1 malam. Namun, ketika pendaftaran
calon presiden pemilu 2019 telah usai, intensitas perdebatan mereka semakin tinggi. Puncaknya, perdebatan mereka yang sengit
malam itu membuat mereka tidak lagi terlibat percakapan hingga sekarang.
“Capres
kamu itu pro komunis, dia antek-antek China, KAFIR!!!” pekik Anto dengan jari
telunjuk mengerah ke mata Rian. Seakan tidak mau kalah, Rian menepis telunjuk
Anto sembari membentak “urus saja capres
kamu itu yang seorang penculik dan pelanggar HAM!!! Untung saja beberapa kawan
sigap melerai perdebatan sengit itu. Kalau tidak, mungkin semua kopi kami akan bercucuran
di lantai warung kopi.
Sebelum
perdebatan malam itu, memang keduanya cukup intens mendapatkan beberapa
informasi di internet mengenai calon-calon presiden yang akan naik. Informasi
yang oleh mereka ditelan secara mentah-mentah tanpa memeriksa kebenarannya. Padahal
kalau mereka memeriksa kebenarannya barangkali mereka akan mendapati infromasi-informasi
itu dibuat oleh orang-orang yang pastinya tidak jelas, bahkan cenderung anonim.
Belakangan, mereka juga telah menyadari bahwa semua informasi itu tidak benar
alias hoaks. Namun, mungkin karena ego, perdamaian belum juga kunjung terjadi. Ya
begitulah laki-laki, ego lebih besar dari apapun. Saya berharap waktu bisa menghilangakan
ego mereka berdua. Semoga.
Dari
kejadian Anto dan Rian, saya kemudian memetik suatu pelajaran. Saya jadi tahu bahwa
ternyata hoaks dapat sangat berbahaya jika dibiarkan dan dikonsumsi. Bahkan Hoaks
dapat meretakkan hubungan persahabatan Anto dan Rian yang saya kenal sangat
dekat. Ditambah lagi siapapun punya risiko yang sama terpapar berita hoaks, apalagi
akses inforamasi sekarang yang begitu cepat. Oleh karenya mari kita jadikan
hoaks sebagai suatu musuh yang harus kita perangi. Kalau orangtua kita
berdarah-darah melawan penjajah, maka ayo kita berdarah-darah melawan hoaks yang
merusak sila ketiga pancasila kita.
Dari
beberapa data yang saya peroleh, saya mendapati bahwa semakin hari pengguna internet
di Indonesia semakin meningkat. Data paling baru dari Asosiasi Penyelenggra
Jasa Internet Indonesia (APJII) terdapat 210 juta orang yang menggunakan
internet di Indonesia sekarang ini. Artinya, telah terjadi penambahan 35 juta
orang dari data yang mereka ambil sebelum pandemi yakni 175 juta orang.
Hal
ini tentu bagi saya merupakan dua sisi mata uang, satu sisi saya menganggap mayoritas
penduduk Indonesai telah melek teknologi yang tentunya bagus untuk kemajuan Indonesia.
Namun di sisi yang lain, saya melihat dengan akses informasi yang begitu cepat
maka sangat mungkin masayarakat terpapar informasi-informasi yang tidak benar
bahkan cenderung mengadu domba antar kelompok masyarakat. Belakangan hal
tersebut bukanlah sebatas pikiran paranoid saya, sebab data dari Kementrian
Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) telah menemukan 9.546 berita hoaks yang
telah merajalela di berbagai media sosial internet sepanjang 2018 sampai awal
2022.
Dari
begitu banyak kasus hoaks di Indonesia, hoaks ketika pemilu menjadi salah satu yang
berpotensi sangat besar dalam mengahancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. Saat
ini, beberapa parpol telah mendatarakan dirinya untuk pesta demokrasi 2024,
artinya tidak lama lagi bangsa ini akan kembali
dihadapkan dengan ujian persatuan yang begitu dahsyat, yakni oleh berita-berita
hoaks yang akan mewarnai pemilu 2024.
Pemilu
2019, bagi saya harus dijadikan pelajaran terbaik oleh kita semua tentang
bagaimana hoaks dapat meruntuhkan persatuan
bangsa yang telah susah payah dibangun oleh para pendiri bangsa kita. Ketika itu
hoaks sangat banyak bertebaran dan menjadi konsumsi publik. Hoaks-hoaks
tersebut bertujuan untuk menyerang capres-capres yang ada dalam kontestasi. Sehingga
yang terjadi adalah saling serang antar pendukung yang berujung pada tergerusnya
persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa. Padahal pesta demokrasi haruslah menjadi
sebenar-benarnya pesta bagi rakyat.
Yakni ada kesenangan dan kecerian sebagaimana pesta pada umumnya yang kita
kenal.
Tentu
masih segar dalam ingatan kita semua tentang bagaimana berita palsu yang mecuat
bahwa salah satu capres ingin membangkitkan kembali Partai Komunis serta capres
lainnya dikabarkan merupakan pelaku penculikkan aktivis 98. Belum lagi kabar
yang mengatakan bahwa sekian juta warga China akan dibuatkan KTP untuk
mencoblos dan memenangkan salah satu capres. Nah, informasi-informasi semacam
inilah yang dapat membuat kegaduhan dan polarisasi di masyarakat. Apalagi informasi
tersebut terkonfirmasi jauh dari yang namanya kebenaran. Akibatnya tidak ada
lagi kesenangan dalam pesta demokrasi. Hal semacam inilah yang harus kita lawan
sebagai suatu bangsa yang telah merdeka.
Berdasarkan garfik di atas, dapat kita peroleh informasi bahwa kasus hoaks setiap bulannya semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya hari H pencoblosan, hingga yang tertinggi yakni pada bulan April dimana merupakan puncak dari pesta demokrasi, yakni 17 April 2019. Inilah yang seharusnya menjadi pembelajaran kita bahwa jangan sampai ini terjadi lagi pada pemilu 2024 yang akan datang. Jangan lagi ada Anto dan Rian yang baru.
Dilansir dari laman kompas.com, hoaks itu sendiri mempunyai beberapa ciri-ciri yang patut kita kenali, di antaranya :
- Informasinya terkesan menyebabkan kebencian antar kelompok hingga pada akhirnya permusuhan dan kecemasan di masyarakat.
- Sumber informasinya (penulisnya) tidak jelas atau anonim, serta cenderung memojokkan pihak tertentu.
- Informasi yang disampaikan cenderung fanatik pada satu sudut pandang atau ideologi, sehingga kata-katanya bersifat provokatif serta tidak ada informasi maupun fakta yang aktual.
- Dalam beberapa kasus, penulisannya berantakan atau acak-acakan, tidak terlihat seperti profesional.
Informasi
hoaks penyebarannya sangat masif. Hoaks dapat tersebar dalam beragam bentuk dan
beragam media yang ada. Dari data di atas, Masyarakat Telematika Indonesia
(MASTEL) pada 2018 menyatakan bahwa terdapat 3 bentuk hoaks yang paling sering
dijumpai, yakni tulisan, gambar dan video, dimana tulisan menjadi yang paling
tinggi persentasenya. Media penyalurannya menurut MASTEL juga beragam, mulai
dari radio, e-mail, media cetak, televisi, situs web, aplikasi pesan dan media
sosial, dimana media sosial menjadi media dengan penyaluran hoaks tertinggi.
Perangi Hoaks Dengan 5R
Sebenarnya
ada cara atau strategi yang cukup mudah untuk kita memerangi hoaks yang
bertebaran dimana-mana. Strategi ini harusnya terus kita lakukan sebagai suatu mahluk yang disebut warganet. Langkah ini
penting untuk memutus penyebaran hoaks di masyarakat. Sehingga hoaks yang kita
temukan hanya akan sampai pada kita tanpa kita sebarkan lagi kepada orang lain.
Strategi
atau cara dalam melawan hoaks ini saya sebut sebagai 5R. Ini merupakan kepanjangan
dari Read (baca), Resource (sumber) , Research (riset), Re-check
(mengecek ulang), dan Report (laporkan). Strategi ini haruslah
dilakukan oleh setiap orang ketika menjumpai informasi-informasi yang ada tanpa
terkecuali. 5R menjadi penting menurut saya sebab strategi ini mengandung
nilai-nilai berpikir kritis dan analitis, yang mana cara berpikir tersebut
menjadi ujung tombak kita dalam melawan hoaks yang begitu banyak tersebar di
masyarakat.
Strategi
melawan hoaks dengan 5R, sepatutnya harus mulai kita lakukan dan sebarkan. Mengingat
pesta demokrasi yang rentan akan hoaks yang menimbulkan perpecahan akan berlangsung
sebentar lagi. Jangan biarkan pesta kita dirusak oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab dengan menyebarkan hoaks.
Penyebaran
hoaks yang tidak kunjung berhenti ditambah lagi pesta demokrasi akan segera beralngsung
menuntut kita untuk terus berusaha memerangi hoaks ini. Kita telah sama-sama
tahu bahwa bagaimana hoaks telah mengusik keharmonisan kita dalam bernegara. Artinya
hoaks telah menjadi musuh persatuan bangsa Indonesia. Oleh karenananya marilah
kita melawan musuh-musuh itu. Marilah kita menyatukan semangat 45 kembali,
layaknya para pendiri bangsa untuk melawan hoaks yang telah mengusik persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia.
Saya
tidak menutup mata bahwa hoaks masih menjadi musuh bangsa yang memang sampai
saat sulit untuk dibasmi. Kisah Anto dan Rian menjadi pelajaran terbaik saya bahwa
hoaks yang dibiarkan merajalela dan dikonsumsi dengan mentah-mentah akan menimbulkan
perpecahan. Berkat mereka berdua jugalah saya menjadi lebih berhati-hati dan
teliti dalam menyerap informasi yang ada.
Besar
harapan saya, momentum bulan kemerdekaan ini dimana bau-bau kemerdekaan masih
kental tercium dapat menjadi momen kita semua menyadari bahwa begitu banyak hal
yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa. Salah satunya
ialah berita palsu atau hoaks. Sudah saatnya kita sadari bahwa bangsa ini harus
betul-betul merdeka dari penjajahan berita palsu alias hoaks.
MERDEKA!!!....
Referensi
APJII:Pengguna Internet Indonesia Tembus 210 Juta pada 2022 (dataindonesia.id)
Hoaks:Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Contohnya (kompas.com)
https://www.inilah.com/saat-bermain-media-sosial-perlu-perhatikan-etika-digital
Hoaks
Sebagai Pemecah Belah Kesatuan Bangsa - Kompasiana.com
Komentar
Posting Komentar