Pilkada, hak demokrasi atau nafsu oligarki?
Akhir tahun 2020 sudah di depan mata. Masyarakat menunggu kepastian penanganan virus yang sampai saat ini masih terdistribusi dengan baik. Di tengah ketidak sabaran publik, pemerintah yang kita cintai ini memutuskan untuk terus menyelenggarakan pesta demokrasi dalam hal ini Pilkada. Walaupun belum jelas apakah ini menjadi pesta masyarakat atau malah pesta Corona.
Polemik tentang dilanjutkannya Pilkada telah banyak dibahas oleh para politisi bahkan ahli di berbagai ruang-ruang diskusi virtual tentu saja. Penguasa dalam hal ini Pemerintah seperti beradu argumen dengan diri sendiri. Di satu sisi sangat menentang adanya perkumpulan massa, di satu sisi malah menyelenggarakan Pilkada.
Mereka berdalih akan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat saat 9 Desember 2020 itu tiba. Tapi siapa yang berani jamin dengan sekitar 304.927 TPSyang tersebar di seluruh negeri ini, protokol kesehatan dapat di ketatkan seperti salah satu janji dari sekian janji (yang tentu tidak bisa disebutkan disini). Siapa yang berani mengkalim tidak akan ada kerumunan massa pada hari H pencoblosan?. Atau malah nantinya ketika kasus postitif kembali melonjak, yang disalahkan adalah rakyat lagi? yang hanya menurut perintah Pemerintah untuk bersama-sama ke TPS agar tak dicap apatis pada demokrasi.
Dengan tanpa Pilkada Negeri ini (perhari ini tulisan ini di buat) telah mencatat kasus 539 ribu positif. Ya, memang angka kesembuhan tinggi (451 ribu) tapi coba lihat angka kematian. Sudah 16.945 orang yang telah di renggut oleh virus biadab ini. Mau ditargetkan berapa lagi hah? Dengan sangat sibuknya akhir-akhir ini Pemerintah terhadap kerumunan-kerumunan massa (yang konon tegas hanya pada yang dianggap musuhnya) menimbulkan semacam pertanyaan balik, lah Pilkada tetap jalan bos? Bagaimana ceriatnya tanpa kerumunan? Apakah kekosongan kepemimpinan yang ditakutkan jika menunda Pilkada lebih penting dari kesehatan masyarakat? Bukankah pemipin-pemimpin kita memang hatinya telah kosong akan kepedulian pada rakyat?
Belum lagi anggaran Pilkada serentak yang fantastis ini. Menurut artikel cnnindonesia.com anggaran Pilkada serentak 2020 naik menjadi Rp20,46 triliun. Yang tentunya anggaran sebesar ini jika di alokasikan dalam penanganan virus ini dan penanggulangan orang-orang yang terdampak virus ini akan lebih baik tentunya dalam situasi seperti ini.
Tapi sudahlah, waktu yang katanya pesta demokrasi itu tinggal beberapa hari lagi. Masyarakat yang tadinya kehilangan pekerjaan karena disuruh di rumah dulu, kini di perintahkan untuk pergi ke TPS untuk menusuk wajah-wajah yang mungkin kelak akan mereka salahkan. Mau bagaimana lagi ini sudah menjadi keputusan penguasa. Kita rakyat kecil ya nurut ajalah. Nanti kalau di marahin kan repot bos! Jangan lupa untuk tetap mematuhi protokol kesehatan saat 9 Desember (walaupun agak sulit sih).
Komentar
Posting Komentar